Saturday, October 8, 2011

Pengelolaan Utang Pemerintah

Di zaman yang semakin berkembang, kompleksitas perekonomian menuntut seseorang atau kelompok untuk saling bersaing dalam rangka memperoleh keuntungan dari tindakan ekonomi yang dilakukannya. Diperlukan kemampuan untuk dapat me-manage setiap sen yang dimiliki agar dapat memenuhi kebutuhan, membayar kewajiban, atau menghasilkan keuntungan tambahan dalam rangka investasi. Saat itulah perlu ada strategi ekonomi yang dilakukan, baik itu oleh swasta ataupun pemerintahan.
Ketika modal dalam bentuk kas yang kita miliki tidak mencukupi untuk melakukan hal-hal tersebut, kita butuh adanya pembiayaan. Menurut Undang-Undang No 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara, yang dimaksud dengan pembiayaan adalah semua penerimaan yang akan dibayar kembali atau semua pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun anggaran berikutnya. Sumber-sumber pembiayaan ini dapat berasal dari hasil penggunaan surplus atau ekuitas tahun sebelumnya, hasil investasi, divestasi, atau dari pinjaman (utang). Dalam pembahasan ini kita memusatkan pada pembahasan mengenai utang yang dilakukan oleh pemerintah, khususnya Pemerintah Republik Indonesia. Untuk memperoleh utang, pemerintah dapat melakukan pinjaman baik itu dari dalam negeri maupun luar negeri serta dalam menerbitkan Surat Berharga Negara (SBN).
Strategi ekonomi yang dilakukan Pemerintah Indonesia berupa pelayanan yang ditujukan untuk kesejahteraan rakyat. Hal ini tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) yang kemudian dalam implementasinya dituangkan dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahunan dan tercermin dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Seluruh pendapatan dan belanja negara untuk satu tahun anggaran tertuang dalam APBN, termasuk porsi pinjaman (utang) yang dilakukan.
LATAR BELAKANG
Untuk mencapai tujuan bernegara yaitu menciptakan masyarakat adil makmur dan sejahtera, pemerintah melakukan pembangunan di segala bidang sesuai dengan rencana pembangunan jangka menengah dan jangka panjang yang telah ditetapkan. Pembangunan tersebut dimaksudkan untuk mendorong perekonomian dan mencapai target pertumbuhan yang telah direncanakan setiap tahun. Apabila ekonomi Indonesia dapat tumbuh sesuai dengan yang direncanakan maka diharapkan akan tercipta lapangan kerja baru yang diperlukan untuk menyerap tenaga kerja sehingga akan mengurangi pengganguran.
Dalam melaksanakan pembangunan untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi yang telah ditetapkan, pemerintah dihadapkan pada berbagai pilihan sumber pembiayaan.  Pembiayaan dalam negeri merupakan pilihan utama pemerintah untuk pembiayaan pembangunan. Namun sumber penerimaan dalam negeri yang berasal dari penerimaan pajak, penerimaan migas, serta penerimaan dalam negeri lainnya belum cukup untuk membiayai pembangunan sesuai target pertumbuhan yang diinginkan. Saat ini pemerintah Indonesia tidak lagi dapat mengandalkan penerimaan dari migas, sehingga harus mengupayakan peningkatan penerimaan pajak. Namun, penerimaan pajak tidak terlepas dari kondisi perekonomian. Perekonomian yang tumbuh dengan cukup signifikan akan berdampak terhadap pertumbuhan perusahaan-perusahaan sehingga profitabilitas perusahaan akan semakin besar. Para pekerja pun akan mengalami peningkatan pendapatan. Dalam kondisi seperti ini,   penerimaan Negara dari perpajakan akan dapat dipacu peningkatannya. 
Pada umumnya penerimaan pajak tidak cukup untuk membiayai seluruh kegiatan pembangunan yang dirancang untuk mengejar pertumbuhan yang ditargetkan. Oleh karena itu, pemerintah mengupayakan pembiayaan pembangunan tersebut dari utang dan kebijakan tersebut termasuk salah satu kebijakan ekonomi yang tidak berubah sejak pemerintahan orde baru hingga pemerintahan Indonesia Bersatu. Pembiayaan defisit anggaran dengan pinjaman/utang merupakan bagian dari pengelolaan keuangan Negara yang lazim dilakukan oleh suatu Negara.
Setiap satu tahun anggaran yang menurut Undang-Undang No 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara dimulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember, pemerintah menyusun anggaran negara berupa APBN dengan persetujuan DPR. APBN ini menjadi dasar bagi suatu Negara dan menjadi batas tertinggi untuk melaksanakan pengeluaran dalam bentuk belanja Negara selama satu tahun, walaupun dimungkinkan adanya perubahan anggaran yang dilakukan pada semester kedua tahun anggaran yang bersangkutan. Ketika pendapatan Negara tidak dapat mencukupi kebutuhan Negara dalam satu tahun, maka alternatif pembiayaan menjadi satu-satunya jalan. Salah satu sumber pembiayaan dan memakan porsi terbesar dalam APBN adalah pinjaman (utang). Utang adalah konsekuensi dari portur APBN yang mengalami defisit, yang mana kita tahu bahwa defisit anggaran terjadi ketika pengeluaran Negara lebih besar dari penerimaan Negara dalam periode tertentu.
Pembiayaan APBN melalui utang merupakan bagian dari pengelolaan keuangan negara yang lazim dilakukan oleh suatu negara. Utang merupakan instrumen utama pembiayaan APBN untuk menutup defisit, dapat pula digunakan untuk membayar kembali utang yang sudah jatuh tempo (debt refinancing). Ketika refinancing dilakukan, dilakukan dengan terms and condition (biaya dan resiko) utang baru yang lebih baik.
Dalam APBN, porsi utang mengalami kenaikan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, seperti:
a.                   Akumulasi utang di masa lalu (legacy debt) yang memerlukan refinancing yang cukup besar dan hal ini membebani APBN sampai sekarang.
b.                  Dampak krisis tahun 1997-1998 yang mengakibatkan depresiasi Rupiah terhadapt mata uang asing, kasus BLBI dan Rekapitulasi Perbankan.
c.                   Pembiayaan defisit anggaran merupakan kebijakan (keputusan politik) antara Pemerintah RI dengan DPR dalam rangka
·        menjaga stimulus fiskal  misalnya melalui pembangunan infrastruktur, pertanian dan energi, dan proyek padat karya;
·         pengembangan peningkatan kesejahteraan masyarakat misalnya PNPM, BOS, Jamkesmas, Raskin, PKH, Subsidi;
·         mendukung pemulihan dunia usaha termasuk insentif pajak;
·         mempertahankan anggarann pendidikan sebesar 20%;
·         peningkatan anggaran Alat Utama Sistem Pertahanan (Alutsista); dan
·         melanjutkan reformasi birokrasi.

Dengan demikian untuk memenuhi target pembangunan yang mana dana yang tersedia tidak mencukupi atau mengalami defisit, serta sumber-sumber pembiayaan melalui SiLPA serta hasil investasi dan divestasi yang belum juga dapat menutup defisit tersebut, pemerintah perlu mengambil kebijakan untuk melakukan pinjaman.  


PENGERTIAN UTANG DAN PEMBIAYAAN DALAM APBN
Menurut Undang-Undang No 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara, yang dimaksud dengan pembiayaan adalah semua penerimaan yang akan dibayar kembali dan semua pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun anggaran berikutnya.
Struktur anggaran defisit menyebabkan APBN butuh sokongan yaitu melalui pembiayaan-pembiayaan. Sumber-sumber pembiayaan pemerintah dalam APBN dapat berasal dari pembiayaan dalam negeri berupa RDI, Rekening Pemerintah, pelunasan piutang, privatisasi, SBN, pinjaman dan dana investasi. Sedangkan pembiayaan luar negeri dapat diperoleh melalui pinjaman program dan pinjaman proyek.
Porsi terbesar pembiayaan dalam APBN adalah pinjaman. Dalam APBN 2011, porsi utang yang ditaksir mencapai Rp 164,4 trilliun (lintasberita.com). Jumlah ini menyita 13,68 persen dari belanja Negara pada tahun 2011. Banyaknya angka tersebut disebabkan adanya peningkatan utang jatuh tempo. Hal ini sebagai akibat dari semakin sedikitnya sumber pelunasan hutang sehingga jumlah utang Indonesia meningkat, namun rasio hutang terhadap PDB justru menurun.
Utang merupakan bagian dari kebijakan fiskal (APBN) yang menjadi bagian dari kebijakan pengelolaan ekonomi secara keseluruhan. Dengan adanya pengelolaan ekonomi diharapkan dapat terciptanya kemakmuran rakyat dalam menciptaan kesempatan kerja, mengurangi kemiskinan, dan memperkuat pertumbuhan ekonomi. Selain itu, dengan pengelolaan ekonomi ini diharapkan juga dapat menciptakan keamanan dengan semakin baiknya perekonomian dalam negeri.
Banyak pihak yang memandang bahwa utang selalu memberikan dampak yang buruk kedepannya. Argumen ini belum benar seluruhnya. Sebenarnya utang dapat memberikan efek yang baik bagi pembangunan terutama ketika terjadi defisit anggaran. Ketika deficit anggaran terjadi atau kebijakan tersebut diambil, perekonomian diarahkan pada jalur ekspansif. Dalam jangka panjang hal ini akan berdampak baik pada iklim perekonomian dan kesejahteraan. Kekurangan dana yang ditutupi dari pembiayaan akan membantu mencapai tujuan itu. Saat pembiayaan yang bersumber dari pihak lain mengalir juga di dalamnya, di sinilah strategi pengelolaan utang dilakukan.
TUJUAN DAN PERANAN UTANG
Sebelum pinjaman dilakukan, terdapat beberapa hal yang perlu dipertimbangkan oleh pengambil kebijakan yaitu resiko dan jatuh tempo. Resiko adalah hal yang perlu diperhatikan ketika pinjaman dijadikan alternatif pembiayaan. Resiko yang tidak terkendali nantinya akan memberikan dampak yang buruk bagi cadangan kas pamerintah. Hal ini terlihat dari besarnya porsi pembayaran bunga dan cicilan pokok utang. Begitu pula dengan jatuh tempo pinjaman. Periode yang singkat juga akan membebani APBN.
Secara umum, tujuan pengelolaan utang dalam jangka panjang adalah meminimalkan biaya utang dengan tingkat resiko yang semakin terkendali. Lebih dirinci tujuan pengelolaan utang dapat dibagi dalam periode waktu:
a.                   Tujuan Jangka Panjang
1)     Mengamankan kebutuhan pembiayaan APBN melalui utang dengan biaya minimal pada tingkat risiko terkendali, sehingga kesinambungan fiskal dapat terpelihara. 
2)      Mendukung upaya untuk menciptakan pasar Surat Berharga Negara (SBN) yang dalam, aktif dan likuid.

b.                  Tujuan Jangka Pendek
Memastikan tersedianya dana yang cukup untuk menutup defisit anggaran dan membayar kewajiban pokok utang secara tepat waktu dan efisien.

Dalam mencapai tujuan tersebut, diperlukan panduan dalam pengelolaan utang yang diwujudkan melalui penyusunan strategi pengelolaan utang, baik jangka panjang maupun jangka pendek.  Dengan strategi pengelolaan utang negara berperan untuk:
a.               memberikan pedoman umum kepada setiap unit/lembaga/otoritas yang terkait dengan pengelolaan utang agar proses pengambilan keputusan merefleksikan keselarasan antar kebijakan pengelolaan utang, fiskal, moneter dan pengembangan pasar keuangan;
b.                memberikan keyakinan kepada semua pihak yang berkepentingan dengan penyelenggaraan keuangan negara bahwa utang Pemerintah akan dikelola secara baik dan bertanggung jawab melalui suatu proses pengelolaan utang yang transparan dan akuntabel;
c.                   memfasilitasi penyusunan indikator kinerja utama (KPI/Key Performance Indicator) unit pengelola utang;
d.                  menerapkan praktek pengelolaan utang yang lazim di seluruh dunia untuk mencapai pengelolaan utang yang baik (sound debt management).

KEBIJAKAN UTANG
Agar dapat melakukan pengelolaan yang baik, terdapat beberapa kebijakan yang dijadikan pedoman. Hal ini dimaksudkan supaya kebijakan utang yang diambil nantinya tidak berdampak pada pengurangan kemampuan pemerintah dalam memenuhi kewajibannya yaitu memberikan kesejahteraan rakyat.
Beberapa kebijakan tersebut antara lain:
a.                   Tidak ada agenda politik yang dipersyaratkan oleh pihak kreditor;
b.                  Persyaratan lunak (jangka panjang, biaya relatif ringan), terutama dari multilateral dan kreditor bilateral (G to G); bilateral (G to G);
c.                   Tambahan neto pinjaman luar negeri dianggarkan negatif sejak 2004, artinya jumlah pembayaran kembali utang dianggarkan lebih besar dibanding dengan jumlah penarikan pinjaman luar negeri baru;
d.                  Mengutamakan penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) Rupiah di pasar dalam negeri, dengan maksud:
1)      Mewujudkan kemandirian dalam pembiayaan APBN;
2)    Mendukung pengembangan pasar modal dengan memperluas basis investor melalui diversifikasi berbagai instrumen investasi bagi masyarakat;
3)      Membantu pengelolaan likuiditas pasar  misalnya melalui penerbitan instrumen pasar uang Membantu pengelolaan likuiditas pasar, misalnya melalui penerbitan instrumen pasar uang (SPN).
e.                  Membuka akses sumber pembiayaan di pasar internasional (global bond, global sukuk, samurai bond) untuk meningkatkan posisi tawar Pemerintah sebagai peminjam (upper-hand borrower).

Sedangkan beberapa peraturan perundang-undangan yang mendukung dalam pengelolaan utang antara lain
  •  Undang-Undang No 19/2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara
  •  Undang-Undang No 24/2002 tentang Surat Utang Negara
  •  Peraturan Pemerintah No 2/2006 tentang Tatacara Pengadaan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri dan Penerusan Pinjaman dan/atau  Hibah Luar  Negeri
Dimana peraturan-peraturan tersebut setidaknya mengatur tentang prinsip-prisip yang mengarah pada Good Governance pengelolaan utang seperti
  •  Pengadaan/penerbitan utang melalui mekanisme APBN/mendapatkan persetujuan DPR
  • Koordinasi Pemerintah (Kementerian Keuangan, Kementrian PPN/Bappenas), dan BI dalam perencanaan dan pengelolaan utang
  •  Pengawasan perdagangan SBN di pasar sekunder oleh otoritas pasar modal
  • Pertanggungjawaban pengelolaan utang dan publikasi data & informasi utang.


PENUTUP
I.      Kesimpulan
Utang merupakan sumber pembiayaan yang lazim digunakan, tidak ada negara yang tidak mengambil alternatif ini. Terutama ketika terjadi kekurangan anggaran, pinjaman merupakan dana segar yang setidaknya dana yang dikeluarkan untuk perolehannya lebih rendah jika dibandingkan dengan penerbitan surat berharga yang juga merupakan komponen atau alternatif dalam pembiayaan.
Ketika utang dipilih sebagai sumber pembiayaan, pengambil keputusan harus memperhatikan resiko dan periode utang tersebut. Resiko yang akan timbul dari kegiatan tersebut dan diusahakan untuk mencari sumber pinjaman yang memberikan resiko yang terkendali. Sedangkan periode jatuh tempo pinjaman sebisa mungkin lebih mengarah pada pinjaman jangka panjang. Pinjaman yang jatuh temponya pendek akan membebani anggaran karena penyerapan dana pinjaman yang belum memberikan hasil maksimum tetapi karen jangka waktu yang pendek mengharuskan pokok pinjaman tersebut untuk dibarakan kembali.
Perlu diperhatikan pula persyaratan pinjamannya. Jangan sampai utang yang diambil ternyata memiliki syarat-syarat yang akhirnya memberatkan struktur anggran kedepannya.
Dengan pengelolaan utang yang baik, tujuan pembangunan nasional akan semakin terarah karena memiliki dukungan yang baik pula dari segi pendanaannya.
REFERENSI
1.                   Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang. Perkembangan Utang Negara (Pinjaman Luar Negeri & Surat Berharga Negara). http://www.dmo.or.id/dmodata/5Statistik/1Posisi_Utang/1Posisi_Utang_LN/Presentasi_Utang per_30_Juni_2009.pdf. Diakses Tanggal 3 Oktober 2011 Pukul 11.30 WIB.
2.                   Direktorat  Jenderal Pengelolaan Utang. Strategi Pengelolaan Utang  Negara  Tahun 2010-2014. http://www.dmo.or.id/dmodata/6Publikasi/7Strategi_Utang/Buku_Strategi_Pengelolaan_Utang_2010-2014.pdf. Diakses Tanggal 3 Oktober 2011 Pukul 11.39 WIB.

No comments:

Post a Comment